Rilis TFS: Debat Publik Calon Walikota Surabaya

Aditya C Janottama

Transport for Surabaya
3 min readNov 19, 2020
Hanya sekedar teaser. Jangan dianggap serius.

Debat publik kedua calon walikota Surabaya telah berlangsung kemarin petang. Kembali mempertemukan pasangan Eri Cahyadi — Armuji dan Machfud Arifin — Mujiaman, debat kali ini mengambil tema “peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat Surabaya”. Dari berbagai jenis layanan yang dimiliki pemerintah kota Surabaya, satu hal menjadi fokus kami yakni layanan transportasi umum.

Moderator membuka sesi pertanyaan terkait transportasi dengan narasi yang cukup relevan menggambarkan kondisi transportasi di Surabaya: angkot yang bagai hidup tak hendak mati tak mau, bus Suroboyo yang mondar mandir tanpa penumpang, angkutan massal cepat (AMC) yang hanya jadi wacana, serta tiadanya inisiatif transportasi publik ramah lingkungan. Isu angkot dan bus Suroboyo tentu relevan untuk diangkat, dan kami sudah mencoba membahasnya beberapa waktu lalu. Sementara isu kendaraan ramah lingkungan menarik untuk dibahas karena transportasi darat menyumbang 70% polusi udara perkotaan, dan 12% polusi CO2 nasional.

Memungkasi narasi tersebut, pertanyaan yang diajukan adalah “Bagaimana strategi kebijakan publik terhadap permasalahan transportasi umum di Surabaya?”. Rasanya terlalu panjang jika kami menulis keseluruhan tanggapan dari masing-masing pasangan, namun kami memilih untuk meringkas dan mengomentari strategi masing-masing pasangan.

Pasangan nomor urut 1 (Eri Cahyadi — Armuji, atau Erji) memilih untuk mengedepankan rencana Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rapid Transit (LRT) yang dipadukan dengan bus pengumpan, dan menghubungkan ujung-ujung kota Surabaya dengan seluruh wilayah kota. Rencana ini sebenarnya sudah ada sejak 2013 walaupun hingga saat ini belum tampak wujudnya. Pasangan Erji juga menyinggung pemberian gaji untuk supir angkot (dimana saat ini pendapatan supir angkot tergantung jumlah penumpang) dan peningkatan angkot menjadi bus. Namun jika kita melihat Erji sebagai penerus petahana saat ini (serta pernyataan Erji selama debat yang lebih banyak menyebut bus daripada angkot), maka kita bisa memproyeksikan penurunan kualitas layanan angkot lebih lanjut, sebagaimana kondisi saat ini yang jauh menurun dibandingkan saat walikota saat ini mulai menjabat (kami sudah membahasnya di artikel ini).

Tampilan awal slide Pemerintah Kota Surabaya tentang angkutan massa cepat (AMC) tahun 2013. Hingga saat ini publik masih menunggu realisasi pelaksanaannya.

Selain MRT dan angkot, Erji juga menyinggung penggunaan sepeda motor listrik dan rencana pembelian bus listrik dari INKA. Bagi kami, hal ini kurang substansial karena cara paling efektif untuk menekan polusi adalah dengan mengurangi jumlah kendaraan itu sendiri, mengingat lebih dari 90% energi listrik saat ini masih diproduksi dari bahan bakar fosil.

Seperti mendapat angin segar, pasangan nomor urut 2 (Machfud Arifin — Mujiaman, atau Maju) mengambil posisi menyerang, atau lebih tepatnya membabi buta mematahkan gagasan Erji. Machfud misalnya, menyoroti pembangunan terminal-terminal yang hanya menjadi saksi bisu nestapa supir angkot dan bis kota. Ia juga menyoroti pembangunan Surabaya sebagai suatu kesatuan dengan wilayah sekitarnya (Gerbangkertasusila), dan berjanji akan mengawal dan mendukung penuh pelaksanaan Perpres nomor 80 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertasusila. Sayangnya peraturan Presiden tersebut mencakup pembangunan tol elevated Waru — Perak (atau lebih kita kenal sebagai rencana Tol Tengah Kota yang ditolak oleh pemerintah kota Surabaya dan arek-arek Suroboyo).

Tak hanya itu, Maju juga mengkritisi pembangunan lajur sepeda yang menurutnya hanya sekedar formalitas, dan juga pembangunan titik-titik park and ride yang minim penggunaannya. Di akhir paparannya, Maju juga menekankan pentingnya memiliki layanan transportasi yang nyaman, aman, dan tepat waktu (antitesis dari bus Suroboyo saat ini, yang juga sudah kita bahas di sini). Sayang, tidak ada uraian lebih lanjut tentang rencana tersebut, yang artinya ide dari Maju hanya utopia belaka.

Dari segi transportasi umum, memilih kedua pasangan ini bagai dilema ABG masa kini. Antara memilih mantan pacar yang ingin rujuk, atau memilih gebetan baru yang hobinya menjelekkan mantan-mantan kita. Kalau kita memilih mantan dan romantisme masa lalunya, tentu kita takut bisa terjebak janji-janjinya dan malah jadi bucin. Tapi memilih gebetan baru pun tak kalah peliknya, apalagi yang omelannya lebih nyaring dari gosip tetangga.

Mana yang akan kita pilih? Ssssttt….. ingat LUBER!

NB: Transport for Surabaya berkomitmen untuk netral dan tidak mendukung entitas politik tertentu. Ikuti kami di Instagram dan Twitter

--

--