Tanggapan FDTS atas Kerumunan Pesepeda di Bungkul dan Tunjungan

Transport for Surabaya
4 min readAug 17, 2020
Kerumunan pesepeda di depan Taman Bungkul pada Minggu (16/8) pagi.

Fenomena bike-boom di berbagai kota besar di seluruh dunia telah membangkitkan animo masyarakat untuk bersepeda. Jumlah pesepeda dan penjualan sepeda meningkat di berbagai daerah, termasuk di Surabaya. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa sepeda merupakan sarana transportasi yang tangguh pada saat krisis.

Setiap perubahan pasti akan diikuti dengan pertentangan, pro dan kontra, termasuk fenomena yang digaungkan penuh ke-BIKE-an ini. Selain perilaku sebagian pesepeda yang tidak tertib lalu-lintas seperti menerobos lampu merah, kerumunan pesepeda di Jalan Darmo dan Tunjungan pada saat akhir pekan dikeluhkan oleh sebagian pengguna jalan.

Terpusat dan terkumpulnya pesepeda di beberapa lokasi seperti Jalan Darmo dan Tunjungan disebabkan oleh fasilitas bersepeda yang tidak tersebar merata di seluruh penjuru kota. Seperti diketahui bahwa lajur sepeda hanya sepanjang dua puluh kilometer untuk kota sebesar Surabaya. Lokasinya pun terpusat hanya di pusat kota, dan tidak sejengkalpun dilengkapi pembatas fisik. Pesepeda dihadapkan pada pilihan yang dilematis: harus jaga jarak tetapi fasilitas yang disediakan juga terbatas.

Contoh lajur sepeda tidak terproteksi di kota Surabaya yang kualitasnya masih buruk dan jauh dari kata mencukupi.

Forum Diskusi Transportasi Surabaya (FDTS) menilai bahwa kerumunan dan berkumpulnya pesepeda dapat terbagi dengan menyediakan fasilitas ramah sepeda dan menyelenggarakan area bebas kendaraan bermotor (car-free day/CFD) di lebih banyak lokasi. Ini logika sederhana: akan lebih sedikit kerumunan terjadi jika disediakan tempat yang lebih luas. Selain itu pembatasan dan pengawasan di tempat-tempat yang umum terjadi kerumunan perlu dilakukan sembari memberikan alternatif untuk masyarakat.

Cuitan salah satu pengguna media sosial Twitter tentang kerumunan pesepeda di Surabaya.

Opini di atas memberikan gambaran minimnya pemahaman atas penggunaan jalan: bahwa semua kendaraan dapat menggunakan ruang jalan dan bahwa pejalan kaki dan pesepeda lebih diutamakan (UU № 22/2009). Sebab, faktanya pesepeda hingga saat ini pun belum pernah mendapat fasilitas yang layak. Jika pesepeda yang ‘merajai’ jalan pada hari Minggu saja dikeluhkan, bukankah kendaraan bermotor sudah mendominasi sepanjang pekan? Apakah tepo sliro di era kekinian begitu berat dilakukan?

Pesepeda yang menerobos lampu lalu lintas.

Tidak hanya kerumunan, masalah lainnya yang juga muncul dari fenomena bike-boom ini yaitu perilaku sebagian pesepeda yang tidak tertib lalu lintas. Padahal semua pengguna jalan memiliki kedudukan yang sama untuk menaati aturan lalu lintas. Selain fasilitas fisik, upaya edukasi juga perlu dilakukan dalam mewujudkan “Surabaya Bike Friendly City”.

Sebagai upaya membantu edukasi, FDTS telah melakukan pemasangan rambu peringatan di tiga titik persimpangan jalan. Ketiga lokasi tersebut yaitu Simpang Polisi Istimewa, Simpang Pandegiling dan Simpang Gubeng yang mana terdapat lajur sepeda dan merupakan jalur utama pesepeda. Namun naas, rambu tersebut sengaja disabotase oleh mereka yang sepertinya belum menyadari pentingnya membangun budaya bersepeda yang baik dan benar.

Menolak lupa, FDTS sebelumnya telah melayangkan surat terbuka untuk Kepala Daerah dan DPRD di Surabaya Raya pada tanggal 18 Mei lalu setelah terbitnya peraturan tentang pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Surat terbuka tersebut berisikan rekomendasi kebijakan mobilitas yang masih rumpang dibahas dalam Peraturan Kepala Daerah di Surabaya Raya tentang PSBB. Tidak hanya tentang bersepeda, di surat tersebut kami juga membahas perbaikan-perbaikan untuk sistem transportasi publik di Surabaya yang sudah ketinggalan zaman.

Pemerintah Kota Surabaya juga sudah seharusnya mempromosikan bersepeda sebagai salah satu pilihan dalam bertransportasi, bukan hanya olahraga dan rekreasi. Karena sejatinya, bersepeda memiliki keuntungan lebih dari sekedar rekreasi dan olahraga saat week-end saja. Peningkatan jumlah pesepeda harian akan membuat Surabaya lebih ramah lingkungan, dan dapat meningkatkan perputaran roda ekonomi dari berkurangnya pengeluaran operasional kendaraan bermotor.

Salah satu jenis promosi yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Surabaya adalah penyediaan fasilitas parkir sepeda yang aman di minimarket, pasar, tempat ibadah dan fasilitas publik lainnya. Berdasarkan Survei Sepeda Surabaya yang kami lakukan pada Juli 2020, fasilitas parkir yang aman masih jadi hambatan besar bagi responden untuk bermobilitas menggunakan sepeda, mengingat sepeda sangat mudah untuk dicuri.

Adanya kekhawatiran oleh pemangku kebijakan bahwa pembangunan infrastruktur sepeda akan sia-sia jika tren bersepeda ini menurun menurut kami merupakan asumsi yang tidak berdasar. Penelitian yang dilakukan oleh Felix Rosa et. al. di Lisbon pada tahun 2016–2018 membuktikan bahwa ketika fasilitas diberikan dan dibangun maka orang akan menggunakannya. Terdapat peningkatan pengguna sepeda sebesar 965% setelah penyediaan infrastruktur sepeda dan sistem bike-sharing. Temuan ini selaras dengan hasil pengamatan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) yang menunjukkan peningkatan pengguna sepeda sebesar sepuluh kali lipat setelah penyediaan pop-up bike lane di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat.

Akhir kata, FDTS sebagai sebuah komunitas yang peduli terhadap sistem transportasi di metropolitan Surabaya, siap membantu dan bekerja bersama dengan pemangku kebijakan dan pihak manapun untuk bersama mewujudkan Surabaya menjadi Bike Friendly City yang sebenarnya, alih-alih hanya berakhir sebagai slogan saja.

Salam Transportasi!

--

--